Thursday, November 22, 2012

Wednesday, November 21, 2012

Seruan Untuk Bangkit (A Call to Arms)

Tulisan di bawah ini ditulis oleh Chris 'Blane' Rowat, seorang praktisi parkour yang melatih di Parkour Generations di London, dan diposting di pinwc.com. Agar lebih mudah dibaca dan dicerna oleh teman-teman di Indonesia, tulisan ini diterjemahkan oleh Syariif Pontoh dan disunting oleh Willy Irawan. Selamat membaca dan kalau kamu merasa tulisan ini layak disebarkan, sebarkanlah! :)

---

 

Sejak kapan melintasi sebuah tembok sepanjang 30 meter dengan seorang anak menggantung di punggung Anda menjadi hal yang kurang penting dibandingkan melompat sejauh 18 kaki diantara dua gubuk dengan ‘pendaratan seperti di kotak pasir’? Saya tidak peduli dengan langkah panjang dan bersuara nyaring anda, pria berusia 43 tahun itu yang berumur dua kali lipat dari Anda, dua kali lebih kuat, serta ketika turun dari ketinggian 2 meter tidak menghasilkan suara sedikitpun.

Media_http2bpblogspot_wiici

Hal-hal yang harus dihiraukan dalam parkour, ternyata tidak dihiraukan -dan hal-hal yang secara luas dianggap mengesankan tidak lagi dianggap, setelah Anda menggaruk permukaannya. Sistem nilai kita telah dirusak.

Terkadang saya mencoba melihat parkour dari sudut pandang netral, seolah-olah saya belum pernah mendengar parkour sebelumnya.

Apa yang akan saya pikir jika saya menemukan Parkour sekarang sebagai anak berumur 17 tahun, pada tahun 2012? Saya membayangkan diri saya akan berpikir bahwa parkour tampak seperti menyenangkan dan saya mungkin akan menemukan diri saya ditarik ke bagian dari parkour namun saya akan melihat sesuatu yang sangat berbeda dari yang saya lihat 9 tahun yang lalu dan saya tahu hal itu tidak akan semenarik bagi saya dibandingkan dulu.

Jika Anda telah selesai membaca artikel ini dan percaya akan nilai-nilai yang saya yakini dapat ditemukan dalam parkour, maka semoga Anda akan setuju bahwa jika kita tidak melakukan upaya lebih untuk berbagi, maka nilai-nilai tersebut akan hilang. Pendatang baru hanya akan melihat lompatan besar ketimbang suatu praktik yang mudah diakses dan sangat serbaguna bagi siapa saja yang memiliki keinginan akan tantangan, menguji dan memperbaiki diri sendiri.

Apa yang saya lihat di parkour pada tahun 2003, pada umur 17:

  • Segelintir elit dengan gerakan berkualitas dan perhatian yang terperinci dalam setiap tindakan yang hanya dapat dicapai melalui ribuan jam praktik dan latihan mandiri.
  • Semangat bak pejuang tak gentar ketika berlatih dan pendekatan dalam menghadapapi tiap tantangan, baik fisik, teknis maupun mental.
  • Sebuah komunitas yang positif dan berkembang terinspirasi oleh orang-orang yang sebelumnya telah berkecimpung.
  • Sebuah sistem pelatihan dan komunitas yang menghargai semua aspek parkour secara setara, dan kesadaran kolektif yang tertarik pada praktik parkour untuk seumur hidup, bukan sekedar untuk beberapa bulan.

Apa yang saya lihat pada tahun 2012, pada umur 26:

  • Sebuah peningkatan besar dalam jumlah orang berlatih di seluruh dunia.
  • Lompatan-lompatan besar.
  • Pendaratan yang buruk.
  • Kompetisi.
  • Beberapa orang berpegang teguh pada cara-cara lama dan meragukan alasan mereka untuk melakukannya itu…
  • dan, pada akhirnya, pergeseran dalam apa yang dihargai dalam parkour.

Beberapa orang inilah serta pergeseran dalam apa yang dihargai di parkour yang menjadi kepedulian saya.

Saya bertanggung jawab untuk membiarkan pergeseran ini terjadi tanpa tentangan, sebagaimana orang lain dari ‘generasi saya’. Kami semua berdiri dan membiarkan Parkour berkembang dan berubah dan tumbuh di Internet tanpa pasang badan dan berkata, “Tunggu sebentar, itu bagus … tapi bagaimana dengan semua bagian lain dari Parkour yang membuat saya jatuh cinta? Di mana mereka ? “

Saya mencoba untuk melatih dengan nilai-nilai yang saya bicarakan ini dalam pikiran ketika saya bekerja dengan orang lain dan saya juga tahu banyak pria dan wanita yang berpengalaman dalam parkour melakukan hal yang sama, tapi itu tidaklah cukup untuk menjaga nilai-nilai yang sebagian dari kita sayangi dengan teguh yang terkandung pada beberapa kelas parkour di beberapa kota di seluruh dunia. Ada kebutuhan untuk menunjukkan ini dalam skala yang lebih besar jika kita ingin menjaga hidup nilai-nilai ini, dan yang lebih penting kita perlu membuat pernyataan yang cukup besar sehingga kita dapat ditemukan oleh orang-orang yang datang ke parkour untuk pertama kalinya mencari lebih dari sekedar lompatan besar.

Dalam beberapa tahun terakhir, bukannya memegang teguh serta percaya pada apa yang kita hargai dalam parkour seperti ketika kita pertama kali menemukannya, hari demi hari, video demi video, nilai-nilai tersebut sedang dirusak dan bahkan beberapa orang yang masih percaya Parkour itu untuk semua orang pada akhirnya merasa seperti mereka tertinggal dalam latihan mereka, tidak sebagus si anak baru, atau karena si orang baru dapat membuat lompatan itu dan Anda berpikir Anda tidak bisa, atau mungkin Anda bahkan tidak mau.

Tetapi jika Anda mengingat apa yang Anda hargai pada pertamakali, maka Anda tidak akan peduli tentang tidak mampu melompat sejauh ‘orang baru itu’. Ingat apa yang Anda pernah pikirkan? Apa pun lompatan, besar atau kecil … tanpa pendaratan yang baik? Kapan mengembangkan climb uppush-up handstandsquat max,quadrupedie Anda dan rekor dead-hang Anda menjadi hal yang kurang memuaskan daripada meningkatkan lompatan lari Anda ..?

Saya telah melihat berbagai kelompok orang berlatih bersama dan menyinyir kepada orang dibelakangnya yang sedang bersusah payah memperkuat pull-up-nya dengan jaket pemberat. Sejak kapan hal yang ia lakukan itu menjadi bagian yang inferior dari Parkour?

Tantangan fisik bukanlah hal yang baru di dunia parkour. Selama Parkour ada, tantangan fisik selalu menjadi bagian darinya. Bahkan, beberapa dari Anda sudah menyadarinya, jauh sebelum lompatan menjadi sorotan, tantangan-tantangan fisikadalah Parkour.

Tidak sebegitunya lagi. Tantangan fisik (bahkan, latihan fisik) adalah spesies langka dari parkour.

Media_http2bpblogspot_ucuqy

Dengan pergeseran penekanan selama beberapa tahun terakhir ini, Parkour bukanlah lagi tempat ujian yang sempurna untuk mencari tahu dari apa seseorang terbuat secara fisik, teknis, mental … dan emosional.

Sekarang ini sudah bukan lagi soal apakah Anda dapat berlari ke kota lain dan kembali pada sebuah petualangan sebelum matahari terbenam, bukan lagi tentang apakah Anda dapat mendorong mobil tua itu keatas bukit dengan teman-teman Anda yang telah bersama-sama tertawa dan menangis sepanjang hari… dan bukan lagi mengenai menghargai kemampuan untuk melompat ke dahan pohon basah jika sewaktu-waktu Anda harus menyelamatkan salah satu teman Anda yang terjebak disana.

Parkour sekarang dipandang oleh sebagian besar sebagai ‘suatu panggung’ untuk orang berbakat, kesempatan bagi orang untuk menunjukkan kepada dunia bahwa mereka bisa melompat lebih jauh dari orang lain, dan mereka yang terbang dari berbagai belahan dunia untuk melakukan lompatan yang sama yang telah dilakukan oleh beberapa orang lain dalam video yang dia buat tahun lalu, oh tunggu, bahkan anda bisa melakukan side-flip di lompatan tersebut.

Saya melihat kompetisi menampilkan ‘atlet terbaik Parkour’ dunia dan ‘juara dunia’ mampu berlari kesana-kemari selama 37 detik berusaha untuk melakukan sesuatu yang lebih mengesankan daripada orang sebelumnya sebelum waktunya habis, atau sebelum mereka kehabisan stamina. 37 detik dari penampilan yang tidak berarti? Saya mengenal dan berlatih dengan pria dan wanita yang bisa bertahan 37 menit pada tingkat intensitas yang sama…

Siapa yang membiarkan omong kosong ini menyelinap masuk tak tertantang? Kapan ini menjadi suatu hal untuk difokuskan? Sejak kapan melompat lebih jauh dari orang lain menjadi hal yang sangat dihargai dalam parkour? Sejak kapan berpergian ke lokasi latihan orang lain dan mencoba untuk meniru gerakan seseorang menjadi sebuah tujuan? Saya benci mengatakannya, tapi kita membiarkan omong kosong ini masuk. Hari dimana kita mulai meragukan diri kita sendiri dan bertanya-tanya apakah memiliki lompatan besar mungkin suatu hal yang penting.

Berikut ini adalah Jesse Owens melompat sejauh 26 kaki (dan 5/8 inci) pada tahun 1936, Berlin, Jerman …

Lompatan tersebut merupakan lompatan besar bahkan oleh standar dan metodologi pelatihan tingkat tinggi saat ini.. dan lompatan itu jauh, lebih jauh daripada lompatan di antara dua dinding yang pernah dilakukan praktisi Parkour. Jadi mengapa komunitas Parkour (dan bahkan di dunia) sangat terkesan ketika seseorang melompat 18 kaki antara dua bangunan dan roboh seolah-olah ada kotak pasir seperti tempat Jesse mendarat di sisi jauh? Apakah karena mereka cukup berani untuk melakukannya melewati ‘gap’ tersebut? Dalam kebanyakan kasus, ketakutan mereka akan jatuh hanya dikalahkan oleh pikiran akan diabadikannya di YouTube ditonton ribuan orang dalam piyama mereka. Apakah itu ide Anda akan keberanian? Jika ya, silahkan tutup halaman ini sekarang karena tidak ada apa-apa di sini untuk Anda.

Tetapi memiliki alasan pribadi dan nilai untuk melakukan lompatan dengan risiko yang ditanggung demi membuktikan sesuatu untuk diri sendiri serta mengatasi ketakutan dan keraguan diri sendiri, untuk bertindak ketika segala sesuatu dalam diri Anda ingin berhenti dan pulang HANYA untuk memperbaiki diri sendiri, hal ini menunjukkan keberanian dan tekad. .. dan ini adalah beberapa nilai-nilai yang membangun Parkour. Nilai-nilai sama yang menghilang di depan mata kita. Berlari dan mendorong diri anda sekeras mungkin demi untuk memukau sisi lain di internet atau karena teman Anda melakukannya, hanya menunjukkan kenekatan dan menjanjikan umur pendek dalam parkour.

Saya ingin berpikir bahwa mayoritas orang yang membaca ini akan setuju bahwa parkour bukanlah Parkour tanpa beberapa nilai-nilai tersebut. Nilai-nilai seperti keberanian, tekad, daya tahan, kekuatan, disiplin, dedikasi dan umur panjang. Nilai-nilai seperti kerendahan hati, dan altruisme. Integritas.

Ada banyak cara yang bisa kita bantu secara positif untuk menyalurkan masa depan disiplin ini namun sekaligus menolak untuk mengizinkan nilai-nilai seperti ini menjadi hilang dalam praktik latihan merupakan awal yang baik, dan tempat yang mudah untuk memulai.

Kita dapat menginspirasi praktisi generasi mendatang dan memungkinkan mereka untuk melihat bahwa Parkour lebih sekedar lompatan besar dengan tidak membiarkan pendapat kita tertidur.

Berkomentarlah pada video, meng-upload video Anda sendiri, menulis artikel, melatih, berbicara, melakukan perjalanan dan melatih Parkour dengan cara yang Anda percayai serta membiarkan orang melihat sisi itu ke manapun Anda pergi. Mewakilinya. Jadilah itu.

Nilai-nilai ini tidak harus menampakkan diri sebagai suatu tantangan seperti yang saya sebutkan sebelumnya, namun pada akhirnya satu-satunya cara agar kita dapat secara signifikan tumbuh adalah dengan menghadapi kesulitan dan beradaptasi untuk mengatasinya. Ini mungkin suatu bentuk ‘breaking a jump’, dalam melakukan sesuatu yang menakutkan Anda namun Anda percaya itu risiko yang layak untuk mengatasi rasa takut Anda dan menguji kemampuan Anda.

Media_http3bpblogspot_egesr

Mungkin akan menjadi persoalan teknis. Mungkin soal mengulangi running jump ke pagar tipis dan berusaha mendarat dengan sempurna 3 kali berturut-turut. 10 kali berturut-turut. 50.

Atau mungkin pada akhirnya itu akan menjadi suatu tantangan fisik. Mungkin Anda akan mengambil salah satu latihan favorit Anda dan menguji diri sendiri dan melihat seberapa jauh Anda bisa melakukannya. Lihat berapa banyak pengulangan yang dapat Anda lakukan dalam 10 menit atau berapa banyak berat badan Anda dapat diangkat setelah mendedikasikan 6 bulan latihan khusus.

Media_http3bpblogspot_mahho

Tidak masalah apa tantangannya, yang penting ialah Anda menghadapi tantangan secara teratur jika Anda benar-benar ingin menguji diri sendiri dan melihat Anda terbuat dari apa. Konfrontasi dan keinginan mengatasi tantangan adalah jantung parkour dan berdenyut lebih lambat setiap tahun di komunitas. Paparan teratur terhadap tantangan seperti inilah yang membangun dan menanamkan nilai-nilai tersebut pada orang-orang.

Hal yang tidak orang-orang sadari adalah bahwa anak yang berusia 19 tahun yang bisa melompat 18 kaki antara dua dinding setelah berlatih satu tahun  akan lebih mungkin tidak berada di sini lagi dalam beberapa tahun. Hanya beberapa orang yang bertahan lebih dari sekedar beberapa tahun dalam permainan ini, mungkin karena cedera, ketertarikkan memudar atau hambatan lain yang tak terhitung. Jadi sementara apa yang dia lakukan adalah mengesankan, ya .. apa yang Anda lakukan dalam latihan, ‘menjadi dan bertahan’, selama 10 tahun ke depan, 20 tahun … dan banyak lagi, masih kuat, masih berkembang, masih berlatih dan menikmati parkour .. jauh lebih mengesankan bagi saya. Ini adalah nilai-nilai dan tujuan yang mengesankan saya yang ada pada beberapa orang elit yang saya sebutkan sebelumnya dan ini adalah hal-hal yang tidak ingin saya lihat menghilang ketika tahun-tahun berlalu.

Jangan meminta maaf atas nilai-nilai yang Anda percayai dan yang terpenting jangan biarkan parkour untuk kehilangan jati dirinya jika Anda percaya padanya. Parkour akan berkembang dan menjadi apa yang ada di mata publik, tetapi pegang erat-erat dengan apa yang Anda anggap penting karena Anda tidak sendirian.

Jangan biarkan nilai-nilai itu mati atau generasi berikutnya mungkin tidak akan pernah melihat atau mengalami apa yang Anda lihat dan lakukan ketika Anda menemukan parkour. Biarkan tantangan dan umur panjang membentuk latihan  Anda, tujuan Anda dan motivasi Anda. Tetapkan tantangan pribadi Anda, bahkan beberapa yang mungkin mustahil, bahkan pada mereka Anda akan belajar banyak. Ingat tantangan bukanlah tantangan jika Anda tahu Anda dapat melakukannya. Dobrak diri sendiri, undang keraguan dan ketidakpercayaan seperti musuh lama dan buat mereka menjadi teman-teman Anda. Menghadapi rintangan yang tampaknya tak teratasi, sesering mungkin.. dan Anda akan tumbuh menjadi orang yang lebih kuat.

Jika Anda ingin mengulangi lompatan kecil ke dinding yang tertutupi oleh lumut untuk sepanjang hari sampai Anda bisa melakukannya dengan mata tertutup .. hey teman, Anda tidak sendirian. Saya ingin mengulangi lompatan itu dengan Anda. Tapi mari kita lakukan 50, hanya untuk memastikan. Dan satu lagi untuk orang lain yang tidak bisa bergabung dengan kita. Itu akan lebih baik bagi kita berdua ketimbang melakukan lompatan besar sementara Anda memegang kamera.

Sekarang kita adalah minoritas, tetapi bersama-sama kita masih merupakan persentase berpengaruh dari orang-orang yang mengatakan mereka berlatih parkour. Kita masih dapat membiarkan pesan kita didengar untuk semua yang datang ke parkour sekarang, dan dalam beberapa tahun ke depan.

Ini adalah Seruan Bangkit (A Call to Arms) bagi mereka masih saya mempertimbangkan untuk menjadi garda depan parkour. Saatnya sekarang. Membuat perbedaan dengan menunjukkan serta berbagi dan menjadi sisi lain dari parkour yang Anda kenal dan cintai. Sisi yang telah dilupakan sebagian selagi disiplin ini berkembang.

Media_http2bpblogspot_qjsvx

Blane

 

Tuesday, October 23, 2012

Japan Trip

Berhubung gue nggak tau musti mulai dari mana buat postingan seputar trip ber-6 ke Jepang di awal bulan Oktober 2012 kemaren, gimana kalo kita mulai dulu dari total pengeluaran gue mulai dari pesawat, kereta, bis, akomodasi, dan sightseeing selama di Negeri Matahari Terbit nan terkenal mahal segala-galanya ini? Here you go!

JapanTrip-Expense.pdf Download this file

Di catetan expense di atas, gue ngilangin detail printilan kayak beli souvenir dan sejenisnya karena tiap orang pasti kebutuhannya beda-beda. Untuk makan juga elo bisa liat dominasi onigiri sama ricebowl, karena menurut gue yang paling bersahabat buat super budget traveler ya dua makanan ini, dan dua ini juga yang jadi sahabat sejati perut gue. Lagipula tujuan gue ke Jepang utamanya bukan kuliner kok, jadi ya balik lagi ke budget elo.

Di beberapa hari ke depan gue bakal kasih gambaran untuk perkiraan berapa banyak Yen yang gue abisin buat printilan. Sambil nunggu, buat yang belom sempet ngecek kompilasi tweet rombongan #JapanTrip kemaren bisa cek langsung di Storify ini. Untuk foto-foto juga udah sempet gue upload di akun Flickr gue juga.

Tungguin update-nya ya!

Thursday, September 27, 2012

3 negara dalam 12 jam demi Legoland Malaysia

Bulan Juni kemaren, gue dapet info kalo Legoland Malaysia mulai jualan tiket early bird yang harganya Rp288K. Lumayan penghematan dibanding kalo beli online RM105 atau beli langsung di loket RM140. Tiket yang gue beli itu valid buat 1x masuk kapan aja dari 15-Sep sampe 31-Des 2012. Setelah hunting tiket pesawat murah sana sini, akhirnya dapetlah pergi 25-Sep pake AirAsia Rp289K sama pulang 26-Sep pake Jetstar S$43 atau sekitar Rp334K.

Rencana awal tadinya pengen ngampar di Changi biar nggak keluar duit nginep, tapi setelah ngecek ternyata Jetstar baru bisa checkin 3 jam sebelom, akhirnya dipilihlah buat nginep di Empire Hostel. Lokasinya nggak di tengah kota, tapi yang penting ada tempat buat tidur, gue dapet 8 bed mixed dorm yang harga semalemnya nggak nyampe Rp90K, toh yang penting tidur.

Tibalah tanggal keberangkatan, demi naik bis DAMRI yang jam 4 pagi akhirnya harus bayar taksi Rp25K padahal di argo duma Rp12K gara-gara order by phone. Pas early breakfast di 7-Eleven baru inget kalo boarding pass AirAsia sama web travel document Jetstar yang udah di-print ketinggalan. Yaudahlah, untung data-datanya udah masuk di TripIt app. Petugas counter di Indonesia juga udah melek teknologi kok.

Monday, August 13, 2012

Friday, August 10, 2012

Pengalaman apply visa turis ke Jepang

Setelah persiapan dokumen, itinerary, mempertimbangkan urus sendiri apa pake travel agent, serta tetek bengek lainnya, hari Jumat, 10 Agustus 2012, tiga dari tujuh orang rombongan trip ke Jepang mencoba apply sendiri ke Embassy of Japan yang ada di samping Plaza Indonesia eX. Tiga orang dengan tujuan testing the water dan semacem kamikaze ini adalah gue sendiri, @lucianancy, dan @toramichan. Tiga-tiganya pekerja lepasan.

Rencana awalnya kita masuk jam 8, pas jam layanan visanya buka, tapi karena satu dan lain hal, sebut saja salah satu dari kita kebablasan tidur lagi, akhirnya kita baru masuk sekitar jam 8.45. Tadinya ngincer parkir motor di eX, tapi karena belom buka akhirnya parkir di Hotel Pullman yang ada di seberangnya.

Pas masuk juga nggak ribet, pas gue dateng sih nggak ngantri jadi tinggal bilang satpamnya kalo mau apply visa, nanti tinggal lewatin pintu magnetic lock, tuker KTP sama tanda pengenal, terus masuk ke pintu biru kedua di sebelah kanan, ada tulisannya lah pokoknya. Lewat dari situ baru security check ala bandara, meskipun detektornya bunyi dikit (mungkin gara-gara jam sama belt gue) tetep langsung dilewatin aja kok.

Keluar dari situ, lobby buat pelayanan visa udah keliatan tinggal buka pintu, kecuali kalo lo mau ke perpustakaan (kata Tommy) tinggal naik ke atas. Di pintunya sih ditulis kalo gak boleh foto-foto sama pake HP. Tapi ternyata di dalem yang buka tablet banyak, yang pake HP buat tweeting/texting lebih banyak lagi. Paling kalo mau nelpon ya tau diri ke luar lobby dulu.

Pas kita bertiga masuk, langsung ambil tiket antrian dan untungnya pagi itu masih dapet nomer belasan. Total ada 5 loket, 3 paling kiri buat yang apply visa, 2 sisanya buat warga Jepang yang ngurusin surat-surat. Buat yang loket visa, dari 3 loket tadi sih semuanya yang layanin orang Indonesia. Orang yang ngadep loket rata-rata cepet, nggak sampe 5 menit.

Pas nyampe giliran gue, gue langsung setorin semua dokumen yang ada di http://www.id.emb-japan.go.jp/visa_7.html. Tambahan lainnya yang gue cantumin di dokumen gue ada bukti booking hostel, akte lahir, kartu keluarga, sama surat keterangan orang tua yang ngasih jaminan kalo gue bakal balik (karena gue nggak ngantor, nggak mungkin punya surat keterangan kerja). Sambil dia ngecekin dokumen gue, gue isi receipt buat ngambil paspor 4 hari setelahnya (entah di-grant apa ditolak). Pas gue kelar, dia juga kelar. Gue rasa cuma 1 menit.

Img_8434

Cerita berlanjut sama @toramichan, kata yang di loket, dia nggak bisa apply di Jakarta soalnya entah place of issue paspornya apa KTP-nya di Pekanbaru (kalo ada yang tau pastinya tinggalin comment ya biar gue update). Dia ngasih semacem peta yang nunjukin pembagian zona pengurusan visa di Indonesia, ada empat: Medan, Jakarta, Surabaya, Ujungpandang. Gue nggak tau tadi Tommy sempet bawa kertasnya apa nggak, siapa tau bisa di-share.

Selanjutnya lagi @lucianancy, karena dia nyampenya lebih dulu sehari daripada gue, dia nulis di itinerary-nya kalo bakal stay di rumah temennya, dan dengan gitu dia siapin surat undangan temennya. Tapi ternyata sama petugas di loketnya dibilang biar gak ribet mending tulisnya yang alamat penginepan aja. Akhirnya Ucy ngisi ulang lagi.

Setelah ngisi ulang, dia ditanya juga perginya sendiri apa bareng temen, pas dia bilang bareng temen, tadinya temennya disuruh ngadep juga ke loket, tapi semenjak Ucy udah ngeprint semacem surat keterangan dari gue yang isinya ngasih list 7 nama traveler yang bakal jalan bareng dan bookingan hostelnya atas nama gue, jadi sama petugasnya ditandain aja namanya di surat keterangan itu dan dokumen Ucy dibundel bareng dokumen gue.

Seputar rekening di bank, ada yang bilang kalo sebenernya nggak ada batas minimum, yang penting itinerary kita sesuai sama tabungan kita. Ada yang bilang juga kalo angka amannya itu sehari sejuta. Jadi kalo mau 2 minggu di sana, ya minimal 14 juta harus ada. Gue malah di belakangnya copy rekening 3 bulan terakhir juga nyantumin laporan reksadana segala biar lebih afdol.

Buat keterangan kerja, kalo ada ya jauh lebih enak, tapi kalo gue tadi, di kolom occupation gue nulisnya juga freelancer/self-employed. Ya mendingan jujur daripada apa-apa.

Demikianlah pengalaman apply visa dan sampai posting ini diturunkan, gue sama Ucy belom tau visanya approve apa nggak. Dan Tommy juga masih nyari info alternatif cara dia apply. Nanti postingan ini bakal diupdate lagi pas paspor udah diambil.

 

Sunday, August 5, 2012

Tuesday, July 31, 2012

Monday, July 30, 2012

Masang Linksys EA4500 dan ngoprek Cisco Connect Cloud

Akhirnya setelah sekian lama penasaran pengen nyoba setting wireless router sendiri, hari ini kesampean juga. Hari ini gw nyobain ngeset sendiri router Linksys EA4500 Smart Wi-Fi Router buat disambung ke modem Cisco bawaan waktu pasang Fastnet di rumah. Sodara gue udah pake wifi router Cisco juga yang beda tipe buat koneksi Fastnet dia, tapi waktu itu gue nggak tau setting-settingnya, pas balik ketemu pas udah tinggal pake aja.

Dulu pas jaman kuliah ngobrol sama temen yang tukang ngubek-ngubek router kedengerannya ribetbener sampe musti atur IP sana sini, jadi pas tadi gue buka box Linksys ini udah siap ketemu sama buku manual yang lumayan tebel. Eh pas gue buka ternyata cuma ada modem, kabel power, kabel ethernet, sama CD doang sekeping. Instruksi di cover CD-nya cukup jelas sih, sebelom ngeset ini itu, disuruh nyalain setup dulu. Nggak usah khawatir, udah Windows & Mac ready ternyata.

Setelah instruksinya keluar, baru deh gue sambung-sambungin router sama modem Fastnet, nggak ada 15 menit udah kelar setting, koneksi lancar, wifi udah pake password, malah ada access point khusus buat guest. Langkah selanjutnya kalo kata CD setup sih disuruh bikin akun di ciscoconnectcloud.com.

Nah, jadi ternyata semua settingan buat router Linksys EA4500 itu diaturnya dari dalem sini. Ada beberapa fitur (di dalem menunya sih dibilang App) yang oke punya yang menurut gw cocok banget buat rumah apa kantor kecil:

  • Device List, standar lah sesuai namanya buat ngasih tau ada berapa banyak device yang lagi di network kita.
  • Guest Access, sesuai namanya, buat ngasih akses ke tamu biar gak ngubek-ngubek komputer/laptop yang ada di network kita. Maksimum bisa buat 50 guests. Asiknya yang ini tiap guest mau masuk, bakal ketemu login page di web browser mereka. 
  • Parental Controls, nah yang ini buat yang masih punya anak bocah, kalo lagi mau disetrap disuruh belajar gampang, akses internet buat devicenya tinggal diblok. Atau nggak mau dibikin akses internet cuma bisa dari jam 6 sore sampe jam 10 malem gitu juga bisa. Blokir langsung URL juga bisa di dalem fitur ini.
  • Media Prioritization, kalo yang ini jelas buat ngatur konsumsi speed. Yang desktop/laptop yang sering dipake live stream tinggal digiring masuk ke high priority. Selain itu bisa priority by app sama online games juga. Buat yang LDR pasti males kan lagi tengah-tengah call terus call dropped? Atau lagi asik main game kena lag akut?
  • Speed Test, ini sih standar banget ya, mirip lah sama speedtest.net.
  • USB Storage, kalo yang ini macem bikin cloud sendiri buat di rumah, buat setor file jadi satu, jadi routernya tinggal disambung storage yang kapasitasnya cukup buat serumah/sekantor aja.

Ada lagi yang menarik dari Cisco Connect Cloud ini: ada app-nya buat iOS! App bisa dipake buat ngontrol menu-menu yang ada di ciscoconnectcloud.com tadi via iOS device. Kali aja pas lagi nggak ada di rumah terus ada yang nyusup ke network, ya bisa tinggal blok. Ada temen dateng ke rumah pas kita nggak di rumah dan seenaknya nyalain komputer kita buat internetan? Tinggal blok. Gampang.

Singkat cerita, Linksys EA4500 ini menurut gue sangat recommended buat home / small office use, mungkin yang speed-nya udah orde 2mbps ke atas ya. Buat yang mau bikin hostel / kafe / tempat nongkrong juga cocok nih pake wireless router ini. Dia punya 4 output buat ethernet cable, USB-nya juga kalo nggak salah bisa buat printer sharing. Setup-nya juga gak ribet, tinggal klik sana sini, interface-nya enak.

Review dari CNET ngasih 4/5 buat router ini, di trusterreviews.com juga ngasih 8/10.

Sayangnya ini bukan tipe router yang bisa dicolokin ke USB modem, kalo bisa sih ya makin kece lah ini router. *ngelunjak*

Demikianlah review singkat dari orang buta jaringan kayak gue ini. Makasih banyak ya Cisco buat router-nya!

Saturday, July 28, 2012

Tuesday, July 17, 2012

Catatan perjalanan Parkour Indonesia di tahun yang kelima oleh Muhamad Fadli

Tulisan di bawah ini adalah repost dari tulisan Fadli yang ada di Kompasiana tanggal 17 Juli 2012 berjudul "Dirgahayu Parkour Indonesia". Paling ada minor edit di typo dan pemisahan paragraf. Selamat menyimak!

---

Tidak terasa sudah 5 tahun semenjak 17 Juli 2007 Parkour Indonesia berdiri. Banyak cerita suka dan duka di dalamnya. Banyak proses jatuh bangun sampai akhirnya wadah untuk pecinta seni-displin asal Perancis ini bisa menjadi bentuk seperti sekarang ini. Komunitas yang awalnya hanya dimulai dari sebuah forum independent di dunia maya namun berlanjut menjadi satu bentuk komunitas yang terus menerus mulai merambah lintas kawasan, gender, usia, serta berbagai karakter manusia yang ada di Indonesia.

Saat beberapa orang menilai kita hanya sekelompok orang begajulan, suka loncat-loncat kayak kutu loncat, dan segala jenis sebutan bagi mereka yang belum pernah mengenal istilah Parkour. Tapi kita tidak merasa kecil hati karena kita sangat memaklumi pendapat orang yang belum mengenal apa itu parkour.

Untuk itulah di 5 tahun yang lalu sebuah forum yang dikhususkan untuk para penggiat Parkour Indonesia dibentuk. Salah satu tujuannya adalah memperkenalkan apa itu parkour ke masyarakat serta meminimisasi tanggapan-tangggapan miring seperti yang saya sebutkan diatas. Parkour Indonesia mencoba untuk menyebarkan nilai-nilai dan sisi positif dari parkour yang telah banyak mengubah hidup para praktisinya menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya. Lebih sehat, lebih gesit, lebih kuat, dan lebih bijaksana dalam kehidupannya sehari-hari.

Belajar, Beraksi, Berbagi

 Sedikit flashback tentang sejarah terbentuknya Parkour Indonesia di awal-awal. Semua orang mengenal Parkour tentu dari film Yamakasi dan Distric 13 (Banlieu 13) yang sempat masuk ke layar lebar tanah air beberapa tahun lalu. Semenjak saat itu, mulailah orang mencari tahu kira-kira gerakan apa yang dilakukan para pemeran utama di film tersebut. Sampai akhirnya beberapa orang akhirnya menemukan kata-kata Parkour yang biasa didefinisikan seni berpindah tempat dari titik A ke B seefektif dan seefisien mungkin hanya dengan memanfaatkan kemampuan tubuh manusia itu sendiri yang dilakukan di rute tertentu dalam lingkungan kita.

Atau secara gampangnya parkour itu digambarkan dengan gerakan berlari, melompat, dan memanjat dengan cepat dan teratur mengikuti ritme lingkungan yang ada.Parkour sendiri ditemukan oleh David Belle asal kota Lisses, Perancis yang semulanya mengadopsi latihan halang rintang militer dan methode naturalle yang diajarkan oleh ayahnya Raymond Belle, seorang veteran tentara dan pemadam kebakaran.

Pengetahuan tersebutlah yang akhirnya membimbing para praktisi pendiri komunitas Parkour Indonesia untuk mulai berlatih bersama serta membentuk wadah khusus untuk pecinta parkour di Indonesia. Mengadopsi materi dari forum parkour internasional di dunia maya bernama Parkour.net, para pendiri mulai menyebarkan virus positif dari parkour dengan membangun forum sendiri di www.parkourindonesia.web.id yang resmi dibuat pada tanggal 17 Juli 2007 lalu.

Mulai saat itu, banyak praktisi yang akhirnya mulai bergabung dan menimba ilmu melalui forum tersebut walaupun di awal banyak keterbatasan yang dimiliki oleh para pendiri pada saat itu. Komunitas kami memulai latihan langsung yang saat itu istilahnya hanya berlatih tanpa arahan yang jelas. Tapi kami terus berlatih dan bergerak sedikit demi sedikit sambil terus mempelajari konsep parkour sesungguhnya. Belajar dan beraksi atau kadang beraksi sambil belajar. Sampai akhirnya kami menemukan kata-kata: “Apa tujuanmu berlatih parkour?”.

Semuanya pasti ingat dengan kalimat itu. Pertanyaan itu bukan pertanyaan yang tidak penting yang sebagian orang mulai lupa dan lebih memilih berkata: “Ngapain sih nanya-nanya kayak gitu. Intinya just do it, no philosophy question!”. Kata-kata miring seperti itu sebenarnya banyak berdampak bagi orang yang mau mendalami dengan serius. Kata-kata yang tidak membantu untuk membangun karakter orang tapi hanya bermaksud untuk sindiran kepada suatu kelompok tertentu. Padahal pertanyaannya: “Apa tujuan berlatih parkour?”

Pertanyaan itu bahkan menjadi pertanyaan salah satu praktisi anak didik David Belle asal Perancis datang ke Indonesia di tahun 2010 lalu. Dia sempat bertanya pada salah seorang praktisi: “Apa tujuanmu ikutan parkour? Bila hanya untuk menjadi kuat saja, apakah itu cukup? Kalau hanya tujuan biar supaya kuat saja, berarti itu termasuk show off,” kata Thomas Couetdic. Masing-masing individu punya motivasi dan tujuan berbeda. Semakin lama dia belajar tentang parkour maka tujuannya pun akan semakin diketahui.

Seperti Daniel Giovanni, salah satu pengurus di Parkour Indonesia yang memiliki tujuan sederhana dalam berlatih parkour. Saat diwawancarai beberapa waktu lalu, Daniel berkata bahwa ia berlatih parkour supaya ia siap sedia dalam keadaan darurat dan emergency. Ia menyadari bahwa tidak ada yang tahu kapan sesuatu darurat itu terjadi, hal itulah yang membuat ia tetap konsisten berlatih parkour semenjak akhir 2007 sampai saat ini.

Tidak hanya belajar dan mempraktekkan saja, beberapa praktisi parkour juga merasa nilai-nilai serta manfaat dari parkour perlu juga dibagikan kepada mereka yang ingin mengenal atau bahkan ingin ikut berlatih mengembangkan diri melalui parkour. Berpegang pada semangat ingin berbagi tersebutlah beberapa komunitas Parkour di Indonesia memperkenalkan kelas parkour untuk pemula serta memanfaatkan kekuatan media untuk mempromosikannya. Tanpa registrasi tertentu yang membingungkan, kelas parkour untuk pemula tersebut terus dijalankan.

Beruntung buat Parkour Indonesia, beberapa praktisinya sempat menimba ilmu belajar dari beberapa praktisi parkour yang lebih berpengalaman bahkan langsung ke negera tempat Parkour berkembang. Seperti Aditya Tirto, salah satu founder Parkour Indonesia yang sempat belajar dari praktisi berpengalaman di Australia Parkour Association. Tidak hanya belajar mengenai materi latihan saja, Adit juga belajar banyak mengenai cara membuat wadah Asosiasi dalam mengelola komunitas parkour.

Selain Adit, nama seperti Willy Irawan juga rela menginvisetasikan biaya dan waktunya untuk terbang ke Inggris dan langsung belajar dari Parkour Generation, organisasi parkour yang didirikan oleh para anak didik David Belle. Selama kurang lebih dua pekan Willy menetap disana dan masuk ke dalam program latihan yang disebut ADAPT (Art Du Deplacement and Parkour Teaching) Certification Level 2.

Kedua praktisi diatas tidak bermaksud untuk mendapat apresiasi lebih atau sekedar menunjukkan bahwa mereka orang yang “mampu” dalam segi finansial dan berkompeten untuk “menggurui” kepada praktisi parkour lain. Passion mereka sama dengan praktisi lainnya, berbagi semua hal positif tentang parkour dengan caranya masing-masing.

Semua orang dalam komunitas parkour berbeda cara untuk sharing atau berbagi tentang parkour. Tidak harus mengikuti jejak kedua praktisi di atas. Yang penting adalah passion untuk berbagi tetap harus ada dibenak setiap praktisi parkour. Walaupun yang terlihat selama ini, banyak orang yang bisa dan mampu baik dari segi teknik dan skills di parkour, tapi hanya sedikit yang mau berbagi. David Belle pun sempat mengungkapkan dalam kredit di video documenter Pilgrimage journey buatan Duncan Germain tentag pentingnya berbagi ilmu tentang parkour:

”Ajarkanlah orang-orang ini.. Jika kamu memahami parkour, maka sebarluaskan pengetahuan tersebut kepada orang lain, anak-anak, teman, ataupun kepada mereka yang memiliki pengetahuan yang kurang tepat ataupun kurang lengkap mengenai parkour. Jika kamu kurang yakin maka buka mata, telinga, dan belajarlah. Hanya terdapat satu-satunya parkour dan itu merupakan metode yang diwariskan kepada David Belle oleh ayahnya – berbagai bentuk disiplin lainnya adalah untuk dihormati tetapi tetap saja merupakan suatu bentuk disiplin yang lain, dan parkour sejati masih berada di luar sana. Parkour diketahui oleh umum dan jumlah orang yang mempelajarinya terus bertambah.”

"Jika kamu berniat untuk menolong – jika kamu adalah traceurs sejati dari lubuk hati – maka kamu tidak akan bergerak maju sendirian, tetapi kamu akan menuju ke barisan terbelakang dan menolong orang lain untuk maju bersama kamu.”

“Guru terbaik bukanlah mereka yang mempunyai murid yang baik. Guru terbaik adalah guru yang bisa menciptakan guru-guru berikutnya.”

Kalimat diatas yang membuat para praktisi parkour di Indonesia memiliki hasrat penuh untuk berbagi. Bukan untuk memilik prestasi, tapi murni untuk berbagi. Jatuh Bangun Melewati Rintangan. Sepanjang jalan mengikuti proses “belajar, beraksi, berbagi” bersama Parkour Indonesia memang tidak semudah dan semulus yang dibayangkan. Banyak suka duka dan jatuh bangun didalamnya. Ada proses seleksi alam di dalamnya bahkan proses yang penuh dengan rintangan.

Bukan hanya orang yang datang dan pergi di parkour saja. Terkadang kami dicerca, dijelek-jelekkan, dianggap komunitas parkour “sok paling benar”, diadu domba, bahkan masuk ke wilayah social media yang salah satu contohnya adalah membajak beberapa situs social media milik salah satu komunitas Parkour di Indonesia. Tapi apa itu semua membuat kita luntur semangat? Oh, tentu tidak. Itu wajar saja. Kita hidup di dalam wilayah yang terdiri dari banyak kepala. Dan kejadian-kejadian pahit itu justru kami anggap obstacles yang harus tetap dilalui dengan senyuman.

Inilah Parkour. Proses belajar melewati obstacles. Sesuatu yang kita pelajari selama ini. Jadi kami tetap jalan secara gerilya di “bawah tanah” dan tetap menjalankan proses “belajar, beraksi, berbagi” dengan cara kami sendiri. Parkour Indonesia tetap menyebarkan semangat parkour yang telah kami dapat dari para pendiri parkour dan tetap menjaga originalitasnya. Kami tidak tahu apakah konsep parkour yang kita pahami ini adalah yang paling benar, yang kita tahu konsep parkour yang kami jalani adalah konsep yang paling mendekati dengan jiwa dan passion kami terhadap parkour yang dikembangkan oleh David Belle.

Lucunya, masih ada yang menganggap bahwa komunitas kami adalah komunitas yang tidak bisa menghargai perbedaan, komunitas yang membatasi kreatifitas orang lain, atau komunitas yang “marah-marah” karena merasa iri dengan prestasi lain. Hal itu tidak kami gubris dan dipedulikan, karena hanya menghabiskan energi saja. Kami hanya menganggap bahwa kata-kata itu hanya buat mereka yang tidak mau membuka mata, hati, dan telinga mencerna apa yang kami maksud dengan konsep kami. Justru komunitas Parkour Indonesia sangat menghargai perbedaan, bisa dilihat contohnya bahwa beragam usia dan latar belakang bisa berpatisipasi dalam kegiatan Parkour Indonesia, tidak memperdulikan dia jago atau tidak, dia baru atau tidak. Kami juga mendukung kreatifitas orang lain dengan cara yang penuh moderasi tanpa harus mematahkan nilai-nilai prinsip parkour. Meskipun jaman telah berubah, kami tetap pada prinsip parkour awal namun tetap mendukung kreatifitas orang lain untuk bergerak.

Jadi intinya Parkour Indonesia tetap maju dan tetap mendukung satu sama lain. Kami bukan komunitas mayoritas atau komunitas parkour yang paling dominan di Indonesia. Tapi kami adalah keluarga besar yang berbicara dalam satu semangat kekeluargaan dan terus menyebarkan semangat bahwa parkour bukan sekedar loncat-loncat semata. Tidak berambisi untuk menjadi sesuatu tertentu, tidak muluk-muluk ingin dikenal prestasi melalui medali. Karena prestasi dan medali terbaik buat kami adalah hal yang tidak bisa dinilai dengan uang, yaitu kesehatan, kekuatan, kegesitan dari Sang Pencipta yang telah menjadi berkah untuk digunakan sebaik mungkin secara bijak dan dimanfaatkan untuk membantu sesama.

Parkour Indonesia juga tidak bertujuan untuk membesarkan komunitasnya sehingga menjadi komunitas yang dominan. Yang kami kembangkan dan kami besarkan adalah parkour-nya, bukan komunitasnya. Dan sebagai pernyataan saya terakhir dalam tulisan ini adalah selamat ulang tahun buat Parkour Indonesia dan untuk semua masing-masing individu di dalamnya. Saya bangga dengan kalian semua. Untuk info lebih jelas tentang Parkour Indonesia, silakan berkunjung ke website, Facebook Page, dan akun Twitter resmi milik Parkour Indonesia.

 

Thursday, July 5, 2012

Cerita gue mulai dari nggak tau sampai akhirnya dukung Faisal-Biem

Sebelom mulai baca, mungkin elo aneh kenapa gue mendadak ngomongin politik tai kucing di blog gue ini. Apa yang gue tulis di bawah ini murni pendapat gue sendiri dan gue gak dibayar sepeserpun buat ini. Kalo udah keburu males silakan close window/tab-nya, kalo mau baca monggo :)

---

Beberapa bulan lalu gue sama sekali clueless pas denger nama pasangan cagub-cawagub DKI Faisal-Biem. Pelan-pelan mulai tau kalo Faisal-nya itu Faisal Basri, yang sebenernya tetep aja gue gak tau dan cuma kepikir "rasanya pernah denger nama ini di mana gitu", dan Biem-nya ternyata Biem Benyamin, politisi yang juga anak dari Benyamin Sueb. Udah aja cukup sebatas itu dan belom ada keinginan buat tau lebih banyak karena waktu itu gue merasa cukup sreg sama salah satu pasangan cagub-cawagub lain yang menurut gue lebih kompeten karena udah pernah mimpin suatu kota.

Timeline Twitter yang tadinya masih adem ayem dari info pilkada pelan-pelan mulai muncul akun-akun untuk kampanye, beberapa calon juga utilize Youtube channel dan salah satunya Faisal-Biem. Yang menarik adalah pas waktu itu gue buka channelnya, gue ketemu selusin video mulai dari seleb, seniman, sampe aktivis yang ngasih testimonial buat Faisal-Biem. Semuanya key message-nya hampir sama, ngajak viewernya buat ikut dukung calon independen yang gak perlu bales budi ke partai politik tapi ke warga.

Setelah nonton beberapa videonya gue cuma kepikir: "Gila, dibayar berapa ya orang-orang ini yang ada di video sampe mau ngasih testimonial kayak gitu?". Dan nggak lama dari itu pertanyaan gue terjawab pas @pandji ngetwit kalo testimonial yang ada di video itu dia nggak dibayar. Agak susah nerima kenyataan kayak gitu karena yang gue tau kebanyakan mainan politik sini tuh suara bisa dibayar. Yah tapi untuk urusan ini gue percaya aja.

Tanggal 24 Juni kalo gue nggak salah itu kickoff-nya kampanye para cagub-cawagub, dimulai sama acara debat yang dibikin sama tvOne. Di debat ini keliatan banget mana cagub-cawagub yang menurut gue jawabannya pake template dan akhirnya gak jelas ngejawab apa nggak, tapi ada juga yang emang bener-bener keliatan nguasain apa yang dia omongin. Dan di acara ini gue condong pro Faisal-Biem karena mereka bisa deliver message paling jelas dibanding calon lainnya dan yang paling penting buat gue: REALISTIS. Turnoff-nya buat gue paling cuma pas Biem Benyamin ngajak yel-yel di akhir debatnya yang agak bablas dari durasi yang ada.

Besoknya, poster mulai nempel di mana-mana, apalagi kalo udah masuk jalan utama, sejauh mata memandang pasti nemu poster/spanduk cagub. Ada yang masangnya pake etika, ada juga yang asal menuh-menuhin tembok. Seputar iklan bentuk video juga ada yang diputer mulai dari bioskop sampe radio lengkap sama lagu yang menurut gue sangat catchy dan gampang nempel di kepala. Kalo di sepanjang perjalanan gue naik motor dari Cipete ke tengah kota paling sering ketemunya cuma poster 3 dari 6 cagub. Entah yang lainnya emang kurang gencar apa emang nggak ada duit, termasuk poster Faisal-Biem yang jarang gue temuin. Tapi ini kebalikannya di timeline Twitter gue, pasangan independen ini justru gaungnya lebih kedengeran.

2 minggu jelang pemilihan, timeline makin rame. Yang mulai jelas-jelas nunjukin dukungan ada, yang nyerang ada, yang apatis ada, yang bukan KTP Jakarta tapi ikut bersuara juga banyak. Pasangan Faisal-Biem (untuk selanjutnya gw singkat FB aja ya) juga keliatan makin banyak gaungnya di dunia maya, terutama setelah @pandji ngepost tulisan Gimme5 tentang dukungannya buat FB yang cukup gampang dicerna buat orang yang menurut gak doyan sama bahasa kampanye yang terlalu kaku.

Tagline Berdaya Bareng Bareng yang dibawa sama FB ini mulai berasa pas muncul ajakan-ajakan untuk terlibat di kampanye mereka dalam bentuk apply jadi relawan, ngasih donasi via transfer, fundraising via jualan kaos, sampe jadi saksi di TPS terdekat tempat domisili kita nyoblos. Gue sendiri cukup kepincut sama satu desain kaos jualan mereka dari akun @FaisalBiemShop yang waktu itu ada yang retweet dan masuk ke timeline gue, kaosnya simple, cuma ada tulisan "independen" yang ngejejer bareng kata yang sama tapi di berbagai bahasa, gue pikir: "Kalo FB gak jadi menang jadi cagub juga kaosnya tetep bisa gue pake, desainnya lumayan oke punya ini". Selain itu di timeline juga ada info dari tim FB buat jadi saksi di TPS. Gue coba apply via SMS dan direspon cukup kilat, paling nggak lewat calon gubernur ini gue bisa dapet kesempatan gimana rasanya ikut partisipasi di so-called pesta demokrasi.

Hari Rabu siang, 4 Juli 2012, gue lagi scroll timeline dan nemu @dondihananto sama @uberfunk yang ngasih info kalo malemnya bakal ada diskusi umum bareng FB di Warung Daun Cikini, gue pikir seumum-umumnya juga pasti yang dateng ya yang diundang aja, ternyata sama @anggasasongko dibales kalo diskusinya open for public, siapa aja boleh dateng, bebas. Dan akhirnya sore itu gue memutuskan untuk dateng ke Warung Daun. Pas gue nyampe sana pas setengah 7 sesuai info yang ada di tweet, orang-orang yang keliatannya tim kampanyenya FB udah ada, beberapa peserta diskusi juga udah dateng. Diskusinya sendiri baru mulai sekitar jam 7an setelah Faisal Basri dateng. Biem Benyamin nggak keliatan, kalo nggak salah denger sih baru kelar kampanye di daerah mana gitu (dan akhirnya emang gak dateng sih). Yah yang penting calon DKI1-nya udah ada deh ya.

Faisal Basri ngebuka diskusi tentang awal mula pencalonan dia jadi cawagub sama beberapa update terbaru seputar kampanyenya. Kalo gue gak salah tangkep, pencalonan dia itu awalnya adalah bentuk eksperimen politik, yang ternyata berlanjut sampe ke babak nyoblos. Eksperimen ini bukan berarti nunjukin kalo anti-partai, tapi beliau bilang lebih ke "menegur partai" yang selama ini ya kita semua tau lah ya posisinya gimana. Kalo eksperimen ini berhasil, berarti nanti warga bisa nunjukin kalo masih ada yang namanya kekuatan warga, dan menurut gue, siapa tau di 2014 nanti ada yang sejenis dan bisa diaplikasiin lagi.

Jawaban seputar kenapa jarang banget ketemu spanduk/poster FB di jalanan juga kejawab, beliau bilang kalo semuanya ngandalin donasi warga. Malah untuk bikin 200 spanduk waktu itu pake donasi yang berhasil dikumpulin setelah nyebar infonya di Twitter. Menarik. Setelah beliau ngebuka, diskusi dikasih istirahat sebentar buat makan malem prasmanan. Asik makan gratis!

Diskusi berlanjut dengan @sociotalker yang live kultwit seputar progress kampanye FB. Dari beberapa survey, ada survey yang hasilnya FB ada di paling tinggi. Survey ini dibikin sama Liputan 6 SCTV dan sistem votenya pake FB like (CMIIW). Gue udah baca result ini dari beberapa hari sebelomnya dan cuma mikir kalo ini cuma hasil survey Facebooker doang, mana bisa ngewakilin Jakarta, tapi dia nyeritain angle yang lain kalo segimanapun sumber surveynya, hasilnya itu bisa berguna buat ngebangun optimisme pendukungnya.

Kemudian ada @dondihananto juga yang (kalo gak salah) nanya seputar gimana kalo ada orang yang nanya balik: "Apa bedanya sama cagub-cagub lain yang ngasih janji doang?". Faisal Basri ngejawab cerita waktu dia kunjungan ke daerah miskin, dia dapet pertanyaan yang sama dari ibu-ibu di sana: "Nanti kalo udah menang biasanya lupa sama warga", jawaban FB cukup menarik: "Saya nggak akan lupa sama warga, soalnya kalo warga ninggalin saya, besar kemungkinan saya bakal dihantam sama DPRD".

Di tempat kunjungannya itu beliau juga sempet minta saweran ke warga, awalnya dia takut kalo responnya bakal zonk, tapi ternyata ibu-ibu di sana semangat untuk ikut saweran dan berhasil kekumpul sekitar 400 ribu rupiah. Saweran ini dipake buat pengelolaan poskom FB di daerah tempat sawerannya dibikin.

Semua di sana sadar kalo kampanye FB ini gaungnya gede di social media, yang kalo @adhityamulya nambahin, ini mirip kayak Obama, tapi bedanya warga Amerika itu kelas menengahnya jadi mayoritas, atau mungkin kasarnya yang Twitter-an itu mayoritas. Lain sama Indonesia, termasuk Jakarta, yang kelas menengahnya itu meskipun banyak tapi tetep aja bukan mayoritas. @sociotalker sempet bilang kalo masing-masing kita yang tau FB via socmed bisa bawa 3 orang non-socmed user ikut milih FB itu udah bagus, tapi @adhityamulya nambahin lagi gimana kalo nggak 3 tapi 300, soalnya daya amplifikasi socmed kan cukup gede. Ini emang PR banget tapi bukan nggak mungkin juga buat dicoba. Toh medianya banyak, rata-rata orang Indonesia punya FB Friend orde ratusan (lha bokap gue aja yang jarang FB-an friendnya 1000 :D), belom lagi Twitter, blog, dll.

Bentuk keterlibatan warga di kampanye FB ini bener-bener diangkat, selain apply jadi saksi di TPS terdekat, @TimFaisalBiem juga lagi bikin sistem supaya temen-temen yang non-KTP Jakarta bisa juga ikut terlibat jadi saksi online. Gimana caranya? Tongkrongin aja tweet dari mereka dalam beberapa hari ini. Diskusi selesai sekitar pukul 10 dan gue baru nyadar kalo @inggriasto juga akhirnya dateng ke Warung Daun dan sempet curhat transportasi publik ke Faisal Basri. Semoga ntar doi nulisin juga pandangannya seputar cagub-cawagub ini.

Img_8251

Dateng ke diskusi umum ini buat gue jadi satu pengalaman baru, mirip kayak yang gue tonton video-video dokumentasi kampanye Obama yang isinya memberdayakan warga untuk spread the message ke sesama warga yang lain jadi waktu dia menang yang merasa menang bukan cuma dia tapi semua warga yang udah terlibat di prosesnya juga.

Akhir kata, kalo elo punya KTP Jakarta dan punya hak pilih di tanggal 11 Juli nanti, jangan sampe nggak nyoblos! Tanggalnya itu emang lagi liburan sekolah sih, tapi semoga masih banyak warga Jakarta yang peduli untuk mempersingkat liburannya supaya bisa nyoblos di hari Rabu depan. Buat yang apatis dan nggak percaya lagi sama cagub-cawagub, tetep aja dateng ke TPS dan tetep kasih suara elo, mungkin elo bisa coblos semua foto calonnya, atau mungkin bawa spidol sendiri terus nulis "POLITIK TAI KUCING" atau "BANGKE LAH PALING JANJI DOANG" di kertasnya, yang penting jangan sampe nggak nyoblos soalnya bukan nggak mungkin kertas kosong yang jadi hak elo itu bakal dipake sama orang-orang gak bertanggung jawab buat kepentingan mereka.

Saya Daniel Giovanni dan saya bakal nyoblos Faisal-Biem di tanggal 11 Juli nanti :)

 

Monday, June 25, 2012

Thursday, June 21, 2012

India Trip: Ketemu cerita Pandawa Lima di Mahabalipuram

Hari Selasa pagi tanggal 8 November 2011, gue sama Idznie udah grusak grusuk di lodge buat checkout dan berangkat ke terminal bis Chennai dan lanjut ke Mahabalipuram. Agenda hari itu cukup ketat soalnya sorenya kita udah harus balik lagi ke stasiun ngejar train trip. Setelah yakin sama referensi Susheel yang bilang kalo trip ini bisa kelar setengah hari aja, kita akhirnya mutusin buat berangkat, untunglah autos pagi itu cukup gampang dicegat dan ditawar.

Sekitar jam 6 pagi, kita nyampe di Thiruvanmiyur Bus Depo. Di sini bakal ada Venkat dari Chennai Parkour yang bakal bantuin kita buat nyari bis yang paling cepet berangkat ke Mahabalipuram, sebenernya bisa sih kalo mau sendiri, tapi balik lagi, karena agenda hari ini cukup ketat, jadi lebih enak percaya sama temen kita sendiri daripada dengerin kenek yang pengennya kita naik bis padahal gak jelas rutenya ke mana. Bis pilihan Venkat ternyata pas banget, bis ini ambil rute paling cepet dan masuk highway yang nyisir sepanjang pesisir timur, yang kalo sempet diperhatiin, masih ada bekas-bekas tsunami taun 2004 kemaren.

Ngider bareng Pak Ali

Sekitar satu jam lebih kita nyampe di terminal Mahabalipuram, sekitar 50 kilometer dari Chennai. Mahabalipuram ini salah satu pelabuhan penting dan ibukota kedua terpenting di kerajaan Pallawa (ini pelajaran SD ya kalo gak salah?). Turun dari bis kita langsung jalan ke arah Shore Temple. Pagi itu masih sepi banget tapi untungnya loket tiket udah buka, harga tiket foreigner untuk ke Shore Temple itu Rs250, udah termasuk admission juga ke area Five Rathas. Entah karena gue dan Idznie kayak anak ilang atau emang masih sepi visitor, akhirnya dateng bapak-bapak lengkap sama topi dan badge Archeological Survey of India nyamperin kita.

Setelah ngobrol sana sini, ternyata dia nawarin buat jadi guide. Di Lonely Planet emang disaranin buat explore tempat ini pake guide, normalnya seorang bayar Rs50. Setelah nawar dikit dan ngaku-ngaku student, akhirnya Mr. Ali yang biar akrab kita panggil Pak Ali ini setuju buat jadi guide ngiderin Mahabalipuram buat Rs200 berdua. Setelah deal, nggak pake lama kita langsung jalan ke Shore Temple.

Shore Temple ini adalah satu dari beberapa candi peninggalan abad ke 7 di daerah ini yang dibikin dari pahatan batu, tentunya dengan cerita tentang dewa Shiwa. Candi ini masuk juga di UNESCO World Heritage Site. Pak Ali cerita waktu tsunami 2004, beberapa candi lainnya sempet keliatan pas air+pasir ketarik ke tengah. Untuk ngamanin Shore Temple ini, akhirnya batu-batu pemecah ombak sama tembok ditinggiin.

Selesai dari site ini, Pak Ali ngajak kita ke salah satu rumah makan buat kita sarapan sekaligus nitip backpack. Maklum, dari Chennai kita belom sempet makan apapun dan kita yang minta referensi dia buat tempat makan. Untuk sarapan, kita pesen dosa lengkap sama cocolannya yang gue nggak tau apaan. Penasaran dosa rasanya kayak gimana? Bayangin aja crepes polos tapi nggak manis.

Jalan kaki dengerin cerita dan mitos Hindu

Krishna Mandapa jadi perhentian pertama setelah sarapan. Ini semacem teras (dan ternyata setelah cek wikipedia, mandapa itu kalo di bahasa Indonesia berarti pendopo) yang di dalemnya ada relief cerita tentang Krishna entah ngangkat apa nahan gunung Govardhana dari kemurkaan Indra (tsahhh). Pak Ali ngejelasin dari kanan ke kiri dan masing-masing relief ada ceritanya sendiri. Di lantainya kita bisa liat semacem ukiran-ukiran yang ternyata (kalo gue gak salah nangkep) dibikin sama pemahat-pemahat relief ini jaman dulu buat killing time karena mereka musti ada di situ sampe pahatannya kelar, semacem mainan tic-tac-toe gitu tapi bedanya di atas batu.

Di sebelahnya kanannya ada pendopo yang namanya Pancha Pandava, jelas ini pasti ngomongin lima pandawa. Di dalem pendopo ini semacem (katanya) ada kamar-kamarnya Yudhisthira, Bima, Arjuna, Nakula and Sadewa. Sayangnya pendopo ini ternyata ditinggalin unfinished. Kenapa? Gue juga nggak tau. Mungkin kita bisa tanya ke yang bikin kalo udah ada mesin waktu.

Lanjut lagi ke sebelahnya, ketemu relief gede banget yang kalo di LP namanya Arjuna’s Penance. Secara garis besar, ini nyeritain tentang Arjuna yang bertapa buat dapetin senjatanya Shiwa. Bertapanya entah sampe berapa lama, yang pasti di relief ini ditunjukin sampe dia jenggotan. Di tengah-tengahnya ada relief sungai yang ngegambarin Sungai Gangga. Dan entah ini unsur humor kerajaan jaman dulu apa gimana, ada kucing juga ikut posisi bertapa buat nangkep tikus. Kalo mau baca tentang ini cobain baca di sini deh.

Masih di jalan yang sama, ada batu bulet segede gambreng nongkrong di pinggir tebing yang dinamain Krishna’s Butterball. Nggak ngerti banget kenapa ini batu bisa seimbang di ujung tebing, entah dipahat sampe bulet gitu apa gimana. Yang pasti hampir semua locals & guides pasti nantangin/taruhan sama pengunjung buat dorong batu ini. Konon dulu sampe ada gajah disuruh dorong nggak goyang, termasuk gempa juga. Batu ini selokasi bareng Ganesh Ratha, dulunya candi buat Shiwa dan akhirnya jadi kuil buat Ganesha.

Five Rathas

Untuk ke Fiva Rathas ini, gue sama Idznie akhirnya mutusin buat naik autos soalnya kalo jalan kaki bakal makan setengah jam lebih. Ini semacem komplek kecil yang isinya ada 5 candi utama, masing-masing buat satu dewa Hindu dan dinamain sama nama-nama Pandawa Lima dan istrinya. Dimulai dari Drupadi, Arjuna, Bima, Dharmaraja, dan Nakula-Sadewa. FYI, Ratha itu semacem kereta kuda, yang kalo di bahasa latin itu rota, dan menurut gue jadi akar kata roda di Indonesia.

Semua bangunan di sini dipahat monolitik alias dari satu batu, di depan tiap ratha ada satu bentuk binatang perwujudan dewa-dewa itu. Pak Ali juga sempet mention seputar kesamaan bentuk patung singa dan struktur pagoda yang bisa ditemuin di Asia Timur. Selesai dari situ, kita dibawa Pak Ali mampir di area souvenir shop. Kayaknya Pak Ali udang kongkalikong sama yang punya toko jadi paling nggak kita beli souvenir di situ. Ya karena kurang sigap nolak, akhirnya gue beli satu miniatur gajah di situ, soalnya Idznie udah duluan keluar duit pas ditodong beli postcard di deket Krishna’s Butterball.

Ngangguk vs Geleng

Tour de Mahabalipuram selesai, gue sama Idznie balik lagi ke rumah makan tadi. Pak Ali langsung pamit soalnya mendadak dia dapet telpon kalo sodaranya ada yang meninggal (our deepest condolences, pak). Kali ini buat makan siang, dan karena nggak mau rugi, akhirnya kita ambil paket thali yang all you can eat. Thali ini semacem ada nasinya, ada rotinya, kari, lengkap lah pokoknya. Kalo waiternya liat nasi kita udah abis, dia bakal tanya mau nambah apa nggak, gue yang waktu itu udah agak begah dan rencananya mau ngabisin lauknya aja akhirnya geleng-gelang aja. Dan si waiter dengan cueknya nambahin lagi nasi secapruk. Gue baru inget kalo ada istilahnya Indian Head-Wiggle, yang kalo gue geleng-geleng ya berarti jawabnya iya. Dan sejak itu kalo gue ditanya gue jawabnya ngomong “no!” + gerakan tangan juga. FYI, makan sekenyang gitu cuma sekitar Rs100 atau Rp20ribu. Minum yang selama ini diwanti-wanti buat jangan dari teko pun gue jabanin dan buktinya gak ada tuh yang namanya sakit perut segala. Kalo biasa makan warteg di Indonesia sih cengli lah sama makanan India.

Sekitar jam 12 kurang makan siang udah kelar, kita langsung jalan lagi ke terminal bis Mahabalipuram. Ternyata bis ke Chennai belom ada! Agak was-was juga soalnya jam 4 kereta kita bakal jalan dan trip Mahabalipuram ke Chennai siang-siang bisa makan 2 jam. Setelah nunggu setengah jam akhirnya bis dateng dan kita meluncur balik ke Chennai lewat jalur yang beda sama waktu pagi-pagi. Yang ini kita bareng sama mahasiswa-mahasiswa India yang mau ke kampus. Meskipun bisnya mirip kayak di Jakarta, kenek di sini lebih maju, mereka pake alat kayak EDC yang bisa ngeprint karcis buat bukti kita naik bis.

Setelah nyambung pake autos dari Thiruvanmiyur, by jam 3 sore kita udah nyampe di Chennai Central Station. Masih sempet pula mencicipi boker di WC umum di stasiun. Dan lagi-lagi, nggak segitu parahnya, terutama buat yang udah sering pake WC umum di Indonesia. Lha wong pas mau masuk WC di stasiun ini aja ada pilihan tarif, cuci muka, kencing, boker, apa mandi. Mirip banget lah sama WC umum sini.

Demikianlah petualangan hari ketiga di India, sampai jumpa di postingan Hyderabad! Terima kasih teman-teman Chennai Parkour untuk panduannya di hari pertama kita di India!

PS: Untuk train trip di India nanti gue bakal bikin postingan sendiri ya

Tuesday, June 19, 2012

India Trip: Chennai, Kota Dengan Pantai Terpanjang Di India

Setelah lama berhutang postingan seputar trip ke India, izinkan gue untuk mulai ngeberesin seabrek draft yang masih mandek di laptop sini. Semoga pelan-pelan cicilannya mulai lunas. Amin!

Touchdown India!

“Akhirnya nyampe India juga ye!”. Kira-kira itu yang gue bilang ke Idznie waktu pesawat AirAsia AK 1253 mendarat di Anna International Airport. Pas keluar pesawat rasanya kayak di Jakarta, tapi udaranya berasa lebih kering. Nggak ada lima menit, kita udah ada di loket imigrasi yang ngantrinya sendiri abis 30 menit. Nggak ada masalah di imigrasi, begitu juga sama kekhawatiran bagasi yang kenapa-kenapa. Waktu itu isi dompet cuma ada USD sama sisaan Ringgit dan akhirnya gue memutuskan buat nuker 100 USD dan waktu itu dapetnya 4400 Rupee.

Hecticnya pintu keluar arrival hall udah keliatan mulai dari jauh, berjubel orang yang entah penjemput apa supir taksi apa malah supir bajaj gue juga nggak tau. Untungnya hari itu kita udah janjian sama Susheel dari Chennai Parkour yang udah nunggu hampir 2 jam gara-gara pesawat delay ditambah antrian imigrasi dan nunggu bagasi yang agak kelamaan. Dia bantuin kita cari taksi buat ke hostel sebelom meluncur balik ke kantornya. Lupain taksi-taksi AC yang ada di Jakarta, taksi di Chennai ini bentuknya kayak yang ada di video klip Dr Bombay - Calcutta, lengkap dengan AC alam dan USB flash drive isi lagu India nyolok ke tape mobil.

Naik taksi yang model prepaid, bayar sebagian dulu di counter di tempat keberangkatan, sisanya bayar pas nyampe di tujuan. Pokoknya mau elo dibawa nyasar sejauh apa, elo musti tegas bilang kalo yang elo bayar sesuai yang ketulis di bon. Di Lonely Planet bilang, kalo mereka rese ancem aja bakal kita telpon polisi.

Nggak ada satu jam, kita nyampe di Zama Lodge. Sama kayak di Jakarta, siapin uang kecil kalo nggak ya nggak ada kembalian kayak gue sama Idznie waktu bayar taksi. Ekspektasi buat hostel ini nggak terlalu berlebihan soalnya yang murah dan bisa pre-book via hostelworld.com cuma ini, dan reviewnya pun gak gitu bagus. Checkin tanpa cek paspor segala, dapet kamar yang gue rasa sih nggak sesuai deskripsi, dusty, even menu di TV-nya aja pake Bahasa Rusia.

Jamming dan kongkow bareng Chennai Parkour

Selama visit gue dan Idznie di sana, temen-temen Chennai Parkour ternyata udah bagi-bagi tugas buat nemenin, dan hari itu kita lanjut dihandle sama Vishwa. Target hari pertama itu nyari makan siang, cari nomer lokal, sama ke stasiun secure beberapa train ticket yang masih waitlist (nanti gue bikin postingan sendiri tentang train trip di India). Alhasil berkeliling-kelilinglah kita pake autos (kependekan dari autorickshaw, di sini nyebutnya bukan bajaj), makan siang nasi biryani yang bentuknya mirip nasi padang ditraktir sama Vishwa, dan rencana nyari nomer sama beli tiket di stasiun batal soalnya tempatnya tutup karena itu lagi hari Minggu.

Agenda lainnya sore itu adalah latihan bareng Parkour Chennai, berbekal nebeng Pulsar-nya Vishwa sama Susheel, gue sama Idznie meluncur ke Nageshawa Rao Park, taman di tengah daerah residential yang biasa dipake latihan sama Chennai Parkour. Mulai dari orang jalan kaki sampe main bola ada semua di sana. Berhubung kondisi badan yang udah lumayan exhausted mulai dari Kuala Lumpur belom istirahat, latihan sore itu cuma bisa ikut semampunya.

Di tengah latihan kadang-kadang mereka suka bablas ngajak ngomong ke gue pake Bahasa Tamil dan tentunya gue cuma bisa bales sama nyengir doang. Latihan mereka mirip banget sama latihan Parkour Jakarta di awal-awal yang orangnya cuma sedikit (di bawah 10 orang). Latihan ditutup sama makan dosa (semacem crepes) bareng di rumah makan yang nggak jauh dari taman sambil ngobrol-ngobrol (tentunya) seputar parkour, dan akhirnya dianter pulang lagi ke lodge.

Tour De Chennai

Di hari kedua di Chennai, kita bakal ditemenin sama Nabeel, dia pernah jadi tour guide jadi sambil keliling kota sambil bisa dia kasih tau sedikit lah tentang hotspot di Chennai. Nomer Vodafone seharga yang RM 2200 buat data sebulan akhirnya dapet juga. Buat nyobain public transport di Chennai, Nabeel ngajakin kita naik MRTS (semacem intercity train). Stasiunnya gede banget, lebih gede dari Cikini mungkin, tapi banyak banget space kosong. Sambil nunggu kereta, gue sama Idznie asik motretin peron, sampe akhirnya dateng polisi yang negur dan ngecek paspor segala. Nabeel yang akhirnya kebagian ditanya-tanyain, gue kepikirannya cuma dua: antara mereka masih trauma sama kejadian di Mumbai atau ini masalah pencitraan yang pemerintah di sana nggak pengen keliatan kalo kondisi faslitas public transport di sana segitunya.

Sampe di Chennai Main Station, tiket yang mau disecure ternyata nggak available, akhirnya nyari makan siang di sana dan untuk pertama kalinya nyobain yang namanya thali. Pokoknya asal cocol yang penting cocok sama mulut. Kalo kita pesen teh/chai, yang dateng bentuknya teh susu yang udah disediain tempat buat kita tarik-tarik sendiri. Buat yang doyan teh tarik, ini surga! Perut kenyang, lanjut city tour!

Jalan kaki sekitar 5 menit, ketemu High Court. Dibangun taun 1892, konon katanya judicial building kedua terbesar di dunia setelah Courts of London. Sayangnya nggak dibolehin buat akses ke dalem, jadi wandering dari luar aja. Nggak jauh dari situ, kita nyebrang jalan ke Armenian Church. Nabeel semangat banget waktu ngajak kita ngeliat tempat ini tapi ternyata pas kita nyampe sana pas lagi ditutup. Gereja ini dibangun taun 1712, salah satu yang tertua di India. Kalo katanya Nabeel, kalo udah di dalem sana berasa di tempat lain soalnya sepi banget. Padahal lokasinya ada di zona yang cukup rame.

Nggak jauh dari situ, nyaru di antara trotoar ada yang namanya Boundary of Esplanade, yang ini semacem patok yang ada setiap beberapa meter di daerah pesisir pantai. Dibikin sekitar akhir 1700an buat ngebatasin koloni Inggris sama Indians. Jadi zona pesisir dikuasain sama koloni Inggris. Beberapa patoknya masih tetep dibiarin berdiri buat peninggalan sejarah.

Selesai di satu zona tadi yang nggak ada sekilometer persegi, kita ngambil autos buat ke komplek Fort St George, untuk masuk komplek ini dijaga sama tentara (semacem masuk komplek pemerintahan) dan menariknya yang jaga tentara-tentara perempuan muda. Karena gue dan Idznie gak terlalu museum person, akhirnya kita skip buat masuk Fort Museum dan milih buat keliling-keliling kompleknya aja, termasuk ke St. Mary’s Church yang punya sebutan Westminster Abbey of The East. Untuk beberapa saat rasanya kayak bukan di India.

Udah makin sore, tujuan berikutnya Marina Beach, temen-temen Chennai Parkour katanya pas lagi ada jadwal interview di sana. Pantai ini konon pantai kedua di dunia yang punya coastline terpanjang setelah Longbeach di Florida. Emang bener sih ini pantai luas banget sih, zona pasirnya juga jauh banget, ada mungkin seratus meter. Taun 2004 lalu pantai ini yang sempet kena efek tsunami gempa Aceh dan ada 200 korban di sini. Hasil ngikut main ke pantai ini ternyata berujung ikut nampang di salah satu foto koran lokal. Yah lumayan bisa agak ngeblend sama yang lain yang ikutan dijepret.

City tour diakhiri dengan dinner di Chennai Citi Center bareng Susheel dan Nabeel. Aslinya pengen nyari makanan India, tapi setelah liat KFC, langsung berubah pikiran. Satu paket ayam sama kentang udah cukup menjawab rasa penasaran gue sama KFC India dan bisa disimpulkan kalo KFC Indonesia masih lebih enak!

Setelah makan cukup kenyang dan udah nggak ada lagi yang bisa dikerjain, gue dan Idznie balik ke lodge buat packing karena besok subuh udah harus cabut buat lanjut ke Mahabalipuram, kawasan peninggalan budaya di selatan Chennai. Sampai bertemu di postingan selanjutnya!