"Hanya cukup celana "jogging", sepasang sepatu lari, dan diri saya sendiri.."
Itulah perkataan David Belle sang penggagas parkour. Pakaian bebas seadanya tidak menjadi penghalang bagi siapa saja yang ingin berlatih parkour. Tempat latihan? Tak jadi masalah. Di mana pun Anda berpijak, Anda bisa melakukan parkour. Usia? Jangan khawatir, karena tidak ada batasan dalam parkour. Selama memiliki semangat dan kepercayaan diri untuk melompat, memanjat, atau berkelit, Anda diterima.
Sejak film "Yamakasi" diputar di Indonesia tahun 2003, nama parkour sebagai basic skill dari para pemeran film tersebut otomatis mencuat. Film ini juga menggugah rasa ingin tahu masyarakat yang kebanyakan anak muda untuk mengenal parkour lebih jauh. Begitu pula dengan masyarakat Kota Bandung.
Setiap Minggu mulai pukul 8.00 pagi, belasan anak muda sering kali terlihat sedang meloncati tembok-tembok di lingkungan kampus ITB. Tak perlu curiga dulu, karena sebenarnya mereka sedang berlatih kemampuan dalam ber-parkour. Sejak setahun lalu, komunitas parkour Bandung rutin jamming (latihan bersama) seminggu sekali, jika tak ingin disebut resmi berdiri.
Menurut Saska, salah seorang praktisi parkour Bandung, sejak awal sebenarnya jauh sebelum itu sudah ada beberapa orang yang berlatih parkour di ITB. "Hingga tahun 2006 sering ada yang berlatih parkour di sini (ITB) walau sekadar main-main. Hanya saja waktu itu sempat menghilang. Dan mulai berlatih serius pada Agustus 2007 meski baru delapan orang yang bergabung. Sekarang sudah ada kurang lebih 20 orang praktisi parkour aktif yang rutin jamming," katanya.
Tercatat dalam situs resminya, ada 10 kota di Indonesia yang memiliki komunitas parkour. Mereka rutin berlatih tanpa pelatih langsung. Lagi pula, istilah "pelatih" menandakan tingkatan lebih tinggi sehingga tidak sesuai dengan filosofi parkour. Oleh karena itu, yang biasa mereka lakukan adalah jamming atau berlatih bersama. Semua orang saling mengajarkan dan berbagi pengalaman. Hanya mengandalkan rekaman video dan mencari tahu lebih lanjut dari jejaring komunitas yang sama untuk kemudian dievaluasi. Ya, hanya sesederhana itu.
Komunitas parkour Bandung tidak memiliki sistem keanggotaan yang bersifat terikat. "Semuanya bebas-bebas saja. Mau berlatih atau tidak, terserah. Jika sudah lama tidak berlatih lalu tiba-tiba datang juga tidak masalah. Ayo berlatih bersama," kata Mugni Taufik yang telah bergabung dengan komunitas parkour Bandung hampir setahun lamanya.
Diakui Mugni, rata-rata setiap gerakan parkour yang mereka pelajari didapat dari internet dan literasi lainnya. Sekitar bulan Agustus lalu ada seorang traceur asal London, Inggris, datang dengan tujuan berlibur ke Bandung, namun akhirnya jamming dengan praktisi parkour Bandung di ITB. "Lumayan, jadi bisa mengetahui teknik gerakan dari orang yang tiga tahun lebih dulu bergelut dengan parkour," kata Mugni.
Mengapa harus ITB? Mugni mengatakan, karena susunan bangunan di kompleks ITB dibuat berjenjang sehingga menjadi sebuah obstacle (rintangan) yang variatif. Hal tersebut cukup penting karena dapat memperkaya pengalaman para traceur untuk mengembangkan kemampuan parkournya.
Meski gerakan parkour tidak ada standardisasi internasional, namun tetap ada beberapa teknik dasar yang menjadi benang merah. Misalnya balance (keseimbangan), cat balance (merangkak), precision jump (ketepatan melompat), underbar (berayun), dismount/swinging jump (bergelantung), tic-tac (menendang tembok lalu melompat), cat leap (mencengkram), climb up (memanjat), drop (jatuhan), serta vault (loncatan) yang terdiri dari lazy, speed, kong, dan dash. Setelah menguasai gerakan dasar, setiap orang bisa melakukan lompatan variatif gabungan.
Setelah melompat, tentu harus mendarat. Teknik pendaratan (landing) menjadi sangat krusial bagi seni olah gerak tubuh yang satu ini. Percuma bisa melompat tapi celaka ketika mendarat. Biasanya, gerakan gap jump (melompat dari suatu jarak tertentu) diakhiri roll yaitu gerakan berguling ke depan setelah melakukan lompatan. Hal ini bertujuan untuk mentransfer momentum atau energi setelah melompat
Oleh karena itu, dari awal, ketahanan fisik sangat dibutuhkan agar bisa mendarat tanpa cedera. "Setelah dipelajari, ternyata teknik mendarat tidak semudah yang dibayangkan. Harus memiliki presisi yang tepat untuk menentukan suatu titik pendaratan. Kemampuan itu harus dikuasai benar dan hanya bisa diukur oleh diri sendiri," kata Mugni.
Bagi Mugni, parkour tak sekedar olah raga di kala senggang. Ia mengatakan, parkour mampu mendorongnya untuk percaya diri dan optimistis melewati rintangan tanpa takut. "Selama berlatih parkour, saya harus melompat, memanjat, bergelantung atau bahkan cat-leap (nemplok) di dinding. Tak peduli setinggi apa pun, jika memiliki keyakinan, saya bisa melaluinya. Inilah filosofi parkour bagi saya," ujar Fadli, traceur asal Jakarta. Ia bersama beberapa rekannya sedang datang berkunjung ke Bandung atau dalam istilahnya regional jamming.
Tak sembarang orang bisa meloncati dua gedung tinggi dengan jarak sekitar 6 meter seperti dalam film "Yamakasi". Hanya traceur profesional terlatih selama belasan tahun yang diizinkan melompati gedung sejauh dan setinggi itu. Menurut Fadli, ada peraturan tak tertulis yang menyebutkan sebelum satu tahun bergelut dengan parkour, tidak boleh melompati obstacle yang lebih tinggi dari tinggi tubuh.
Memang benar, latihan dalam parkour harus bertahap. Seseorang tidak akan bisa memanjat dinding jika lengannya tidak kuat melakukan pull-up, dan tidak akan bisa melompati tembok jika paha dan kakinya belum cukup kuat berlatih squad-jump. Inilah yang disebut dilusi (pengentalan) dalam parkour. Jadi, silahkan mencoba bagi Anda yang tertarik dengan gerakan jumpalitan dalam olah raga ini. (Eva Fahas/"PR")***
Source: Pikiran Rakyat (Surat kabar terbesar di Jawa Barat)
http://newspaper.pikiran-rakyat.com/prprint.php?mib=beritadetail&id=48421
Itulah perkataan David Belle sang penggagas parkour. Pakaian bebas seadanya tidak menjadi penghalang bagi siapa saja yang ingin berlatih parkour. Tempat latihan? Tak jadi masalah. Di mana pun Anda berpijak, Anda bisa melakukan parkour. Usia? Jangan khawatir, karena tidak ada batasan dalam parkour. Selama memiliki semangat dan kepercayaan diri untuk melompat, memanjat, atau berkelit, Anda diterima.
Sejak film "Yamakasi" diputar di Indonesia tahun 2003, nama parkour sebagai basic skill dari para pemeran film tersebut otomatis mencuat. Film ini juga menggugah rasa ingin tahu masyarakat yang kebanyakan anak muda untuk mengenal parkour lebih jauh. Begitu pula dengan masyarakat Kota Bandung.
Setiap Minggu mulai pukul 8.00 pagi, belasan anak muda sering kali terlihat sedang meloncati tembok-tembok di lingkungan kampus ITB. Tak perlu curiga dulu, karena sebenarnya mereka sedang berlatih kemampuan dalam ber-parkour. Sejak setahun lalu, komunitas parkour Bandung rutin jamming (latihan bersama) seminggu sekali, jika tak ingin disebut resmi berdiri.
Menurut Saska, salah seorang praktisi parkour Bandung, sejak awal sebenarnya jauh sebelum itu sudah ada beberapa orang yang berlatih parkour di ITB. "Hingga tahun 2006 sering ada yang berlatih parkour di sini (ITB) walau sekadar main-main. Hanya saja waktu itu sempat menghilang. Dan mulai berlatih serius pada Agustus 2007 meski baru delapan orang yang bergabung. Sekarang sudah ada kurang lebih 20 orang praktisi parkour aktif yang rutin jamming," katanya.
Tercatat dalam situs resminya, ada 10 kota di Indonesia yang memiliki komunitas parkour. Mereka rutin berlatih tanpa pelatih langsung. Lagi pula, istilah "pelatih" menandakan tingkatan lebih tinggi sehingga tidak sesuai dengan filosofi parkour. Oleh karena itu, yang biasa mereka lakukan adalah jamming atau berlatih bersama. Semua orang saling mengajarkan dan berbagi pengalaman. Hanya mengandalkan rekaman video dan mencari tahu lebih lanjut dari jejaring komunitas yang sama untuk kemudian dievaluasi. Ya, hanya sesederhana itu.
Komunitas parkour Bandung tidak memiliki sistem keanggotaan yang bersifat terikat. "Semuanya bebas-bebas saja. Mau berlatih atau tidak, terserah. Jika sudah lama tidak berlatih lalu tiba-tiba datang juga tidak masalah. Ayo berlatih bersama," kata Mugni Taufik yang telah bergabung dengan komunitas parkour Bandung hampir setahun lamanya.
Diakui Mugni, rata-rata setiap gerakan parkour yang mereka pelajari didapat dari internet dan literasi lainnya. Sekitar bulan Agustus lalu ada seorang traceur asal London, Inggris, datang dengan tujuan berlibur ke Bandung, namun akhirnya jamming dengan praktisi parkour Bandung di ITB. "Lumayan, jadi bisa mengetahui teknik gerakan dari orang yang tiga tahun lebih dulu bergelut dengan parkour," kata Mugni.
Mengapa harus ITB? Mugni mengatakan, karena susunan bangunan di kompleks ITB dibuat berjenjang sehingga menjadi sebuah obstacle (rintangan) yang variatif. Hal tersebut cukup penting karena dapat memperkaya pengalaman para traceur untuk mengembangkan kemampuan parkournya.
Meski gerakan parkour tidak ada standardisasi internasional, namun tetap ada beberapa teknik dasar yang menjadi benang merah. Misalnya balance (keseimbangan), cat balance (merangkak), precision jump (ketepatan melompat), underbar (berayun), dismount/swinging jump (bergelantung), tic-tac (menendang tembok lalu melompat), cat leap (mencengkram), climb up (memanjat), drop (jatuhan), serta vault (loncatan) yang terdiri dari lazy, speed, kong, dan dash. Setelah menguasai gerakan dasar, setiap orang bisa melakukan lompatan variatif gabungan.
Setelah melompat, tentu harus mendarat. Teknik pendaratan (landing) menjadi sangat krusial bagi seni olah gerak tubuh yang satu ini. Percuma bisa melompat tapi celaka ketika mendarat. Biasanya, gerakan gap jump (melompat dari suatu jarak tertentu) diakhiri roll yaitu gerakan berguling ke depan setelah melakukan lompatan. Hal ini bertujuan untuk mentransfer momentum atau energi setelah melompat
Oleh karena itu, dari awal, ketahanan fisik sangat dibutuhkan agar bisa mendarat tanpa cedera. "Setelah dipelajari, ternyata teknik mendarat tidak semudah yang dibayangkan. Harus memiliki presisi yang tepat untuk menentukan suatu titik pendaratan. Kemampuan itu harus dikuasai benar dan hanya bisa diukur oleh diri sendiri," kata Mugni.
Bagi Mugni, parkour tak sekedar olah raga di kala senggang. Ia mengatakan, parkour mampu mendorongnya untuk percaya diri dan optimistis melewati rintangan tanpa takut. "Selama berlatih parkour, saya harus melompat, memanjat, bergelantung atau bahkan cat-leap (nemplok) di dinding. Tak peduli setinggi apa pun, jika memiliki keyakinan, saya bisa melaluinya. Inilah filosofi parkour bagi saya," ujar Fadli, traceur asal Jakarta. Ia bersama beberapa rekannya sedang datang berkunjung ke Bandung atau dalam istilahnya regional jamming.
Tak sembarang orang bisa meloncati dua gedung tinggi dengan jarak sekitar 6 meter seperti dalam film "Yamakasi". Hanya traceur profesional terlatih selama belasan tahun yang diizinkan melompati gedung sejauh dan setinggi itu. Menurut Fadli, ada peraturan tak tertulis yang menyebutkan sebelum satu tahun bergelut dengan parkour, tidak boleh melompati obstacle yang lebih tinggi dari tinggi tubuh.
Memang benar, latihan dalam parkour harus bertahap. Seseorang tidak akan bisa memanjat dinding jika lengannya tidak kuat melakukan pull-up, dan tidak akan bisa melompati tembok jika paha dan kakinya belum cukup kuat berlatih squad-jump. Inilah yang disebut dilusi (pengentalan) dalam parkour. Jadi, silahkan mencoba bagi Anda yang tertarik dengan gerakan jumpalitan dalam olah raga ini. (Eva Fahas/"PR")***
Source: Pikiran Rakyat (Surat kabar terbesar di Jawa Barat)
http://newspaper.pikiran-rakyat.com/prprint.php?mib=beritadetail&id=48421
No comments:
Post a Comment