Monday, May 10, 2010

Mohon baca postingan ini setelah Anda membaca tulisan tentang parkour di detikNews tanggal 10 Mei 2010

Sepertinya sudah banyak teman-teman yang membaca tulisan tentang parkour di detikNews dengan headline: "Parkour, Melompati Gedung Hingga Halte TransJ". Dan sangat disayangkan bahwa tulisan terposting di detikNews ternyata ada beberapa yang tidak sesuai dengan apa yang dikatakan saat wawancara dengan Hendry 'Ino' Hilmawan (@axl_extreme). Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa narasumber (Ino dan Aldika) juga salah memberikan informasi pada teman-teman dari detikNews. Berikut ini beberapa hal yang janggal dari tulisan tersebut yang saya temukan (dan mungkin akan ada beberapa lagi setelah koreksi dari narasumber bersangkutan). Semoga tulisan ini dapat menjadi koreksi untuk detikNews (dan kami akan memberi tahu apabila tulisan tersebut sudah diperbaiki):

"Tapi untuk ukuran manusia, jarak maksimal lompatan yang bisa dilakukan 6 meter. Itu pun hanya bisa dilakukan oleh orang bule. Sebab badan mereka tinggi dan kakinya panjang sehingga bisa melompat lebih jauh dari rata-rata orang Asia," terang Ino, yang saat ini bekerja di salah satu perusahaan di Pondok Indah, Jakarta Selatan.
Tidak pernah ada ukuran minimum dan maksimum dalam manusia melompat. Masing-masing tubuh memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Secara postur memang benar bahwa orang-orang yang lebih tinggi memiliki daya jangkau yang lebih jauh daripada orang-orang yang lebih pendek.

Dijelaskan Ino, untuk melakukan aksi cat leap tidak bisa sembarangan. Bagi traceur atau traceusse (pegiat parkour pria atau wanita) yang masih pemula, aksi ini sulit dilakukan. Soalnya membutuhkan teknik tingkat tinggi serta mental yang kuat. Untuk itu, imbuh Ino, aksi lompatan kucing ini biasanya dilakukan oleh pegiat parkour yang sudah senior, paling tidak sudah menekuni kegiatan ini selama 3 tahunan.
Tidak ada tingkatan junior-senior di parkour. Kami hanya mengenal istilah 'berlatih lebih dulu'. Masing-masing praktisi akan dapat menguasai teknik parkour dalam waktu yang berbeda-beda apabila berlatih dengan frekuensi yang rutin.

Setelah gedung-gedung Taman Ria Senayan diratakan untuk dibangun mal oleh Lippo Grup, Ino dan kawan-kawan berlatih di Widyaloka, kawasan Gelora Bung Karno, Senayan. 
Bukan Widyaloka, tapi Taman Kridaloka. Sebuah taman jogging di belakang kolam renang Senayan.

Namun memang, di lokasi latihan yang baru memang tidak seekstrem seperti di Taman Ria Senayan. Namun mau tidak mau, mereka berlatih di Widyaloka agar bisa berlatih rutin.
Tidak ada yang namanya tempat latihan ekstrem. Parkour melatih Anda untuk beradaptasi dengan segala bentuk lingkungan yang ada di sekitar Anda. Dan parkour bukanlah suatu aktivitas ekstrem!

Sementara untuk mencari tantangan dan medan yang baru, Ino cs mencari alternatif dengan melompati sejumlah bangunan yang ada di sepanjang Jalan Jenderal Sudirman. Setiap Sabtu sore mereka biasanya mencari jalur lompatan di jalan protokol tersebut.
Kami tidak melompat antar bangunan. Struktur bangunan di Jakarta berbeda dengan struktur bangunan di negara-negara yang antar gedungnya sangat dekat. Yang benar adalah kami melakukan tracking atau eksplorasi rintangan sepanjangan Jalan Sudirman.

Namun traceur yang diajak untuk tracking di Jalan Sudirman adalah yang senior. Sementara traceur junior atau pemula diajak hanya untuk menyaksikan para seniornya beratraksi di gedung yang ada di wilayah itu.
Junior atau pemula juga diajak untuk bereksplorasi namun sesuai dengan kapasitas mereka. Bukan untuk menyaksikan yang berlatih lebih lama untuk beratraksi. Parkour bukan ditujukan untuk suatu aktifitas show-off.

Selain melompati gedung-gedung di jalan itu, para traceur atau traceusse biasanya juga berlatih dengan melompati sejumlah halte TransJakarta. Untuk tantangan ini biasanya mereka lakukan setiap hari Minggu. Alasan mereka, di hari Minggu penumpang TransJakarta sedikit sehingga aksi mereka tidak mengganggu pengguna angkutan masal tersebut.
Kami memang sesekali melakukan eksplorasi di beberapa tempat seperti Halte TransJ, namun aktivitas ini bukanlah kegiatan rutin. Kegiatan latihan kami adalah latihan rutin setiap hari Minggu di Taman Kridaloka.

Saat ini, komunitas parkour di Jakarta berjumlah 200-an anggota. Mereka umumnya berlatih secara rutin di Senayan. Aldika Vialinata, salah seorang pengurus parkour Jakarta mengatakan, komunitas parkour di Jakarta mulai terbentuk sejak 2004.
Komunitas Parkour Jakarta terbentuk pertengahan tahun 2007.

Rencananya, jelas Aldika, seluruh komunitas parkour di Indonesia akan berkumpul di Bandung pada September 2010 mendatang. Dalam even tersebut, rencananya mereka akan mendatangkan David Belle, sesepuh parkour dari Prancis, untuk berbagi ilmu. Prancis memang dikenal banyak jagoan parkour, salah satunya diangkat menjadi film berjudul 'Yamakasi'.
Sebagian pernyataan dari Aldika sebenarnya sudah benar, namun pernyataan terakhir ini yang paling krusial. Rencana jamming nasional tahun 2010 ini memang akan mendatangkan salah seorang praktisi dari luar, dan diharapkan praktisi tersebut adalah praktisi yang pernah belajar secara langsung dengan David Belle. Namun kembali, rencana ini baru sebatas wacana.

Demikianlah sedikit ralat dari saya. Semoga dapat meluruskan pandangan Anda tentang parkour. Parkour sama sekali bukan kegiatan ekstrem dan dapat dilakukan oleh siapa saja. Dan terima kasih untuk teman-teman detikNews yang telah membantu dalam memperkenalkan parkour ke masyarakat umum melalui media online.

Posted via email from Me featuring The World

No comments: